Rabu, 28 Maret 2012

Aja Adigang, Adigung, Adiguna



Aja ADIGANG, ADIGUNG LAN ADIGUNA, ungkapan tersebut sering kita dengar dan hampir setiap waktu akan ada yang akan menyampaikan ungkapan tersebut.

Artikel kali ini saya akan mencoba mengupas tentang ungkapan adigang, adigung, adiguna sebagai lanjutan artikel 10 Filsafat Jawa.

Ungkapan adigang, adigung, adiguna merupakan salah satu filsafat Jawa yang selalu mengingatkan kita sebagai manusia social untuk tidak berlaku adigang, adigung, adiguna. Dalam jv.wikipedia.org diartikan sebagai berikut :

Adigang iku tegesé: ngandelaké marang kakuwatané. (mengandalkan kekuatannya)
Adigung iku tegesé: ngandelaké marang gedhéné. (mengandalkan kebesarannya)
Adiguna iku tegesé: ngandelaké marang kapinterané. (mengandalkan kepandaiannya)

Yang diartikan secara garis besar  yaitu “Orang jangan mengandalkan kekuatan masing – masing.

Adapun artikel dari suaramerdeka.com mengartikan “adigang, seorang pemimpin tidak selayaknya mengandalkan kekuasaannya untuk bertindak sewenang-wenang dan berlaku sombong. Adigung, berarti seorang pemimpin jangan mengandalkan kepandaiannya untuk membodohi dan membohongi rakyat. Sedangkan adiguna, berarti seorang pemimpin jangan berani dan pintar berdiplomasi hanya untuk mengingkari janji atau kebenaran (berdalih)”

Dari kedua arti yang disampaikan diatas menjadi sangat menarik ketika kedua tafsir tersebut kita jadikan satu, sehingga akan menjadi : “Seorang pemimpin sebaiknya tidak mengandalkan kekuatan, kekuasaan dan kepandaiannya untuk kepentingan pribadi”. Apabila kita artikan demikian maka filsafat Jawa tersebut menjadi sebuah pelajaran yang selaras dengan jaman yang serba modern ini. Apalagi disaat keadaan Negara kita mengalami sedikit ontran – ontran tentang kepemimpinan.

Bisa kita lihat di berita – berita bagaiman perilaku pemimpin kita yang seolah tidak mempedulikan nasib rakyatnya, disaat ekonomi masyarakat melemah mereka justru mengadakan hajatan mantu dengan biaya yang sangat fantastis, ada pula yang berfoto ria dengan gadis – gadis cantik dengan rok mini padahal mereka adalah pembantu pemimpin Negara.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa sifat adigang, adigung, adiguna selalu menyertai manusia, bahwa sifat tersebut memang sudah menjadi bawaan sejak lahir. Namun demikian bukan berarti kita membolehkan sifat tersebut berkuasa atas diri kita.

Sebagaimana dalam Serat Wulangreh ciptaan Ingkang Sinuwun Sunan Pakubawana IV :

Tembang Gambuh :

wonten pocapanipun,

adiguna adigang adigung,

pan adigang kidang adigung pan èsthi,

adiguna ula iku

telu pisan mati sampyuh

 

Kalau kita bisa meredam salah satu sifat ini, yang lain dengan sendirinya akan sirna. Mengapa demikian ? Karena ketiga sifat tersebut saling terkait satu dengan yang lain, maka apabila salah satu sifat tersebut bisa hilang atau diredam, maka yang keduanya juga ikut hilang atau keredam.

Demikian artikel tentang adigang, adigung, adiguna yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang saya sampaikan bisa menjadi tambahan wawasan bagi kita semua dan semoga para pemimpin di Negara ini bisa meredam salah satu sifat – sifat tersebut.

Rahayu … Rahayu … Rahayu …